
Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh. (Foto: Ist./Fokusnusa.com)
PADANG-FokusNusa.com
Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menilai pemaparan Kementerian Kehutanan tidak mencerminkan kondisi ekologis di Sumatra, terutama terkait faktor deforestasi yang memperparah banjir dan longsor dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Kehutanan di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Rahmat mengatakan sejumlah pernyataan pejabat kementerian terkesan menempatkan deforestasi bukan sebagai faktor utama bencana, padahal kondisi di lapangan menunjukkan sebaliknya.
“Tadi Pak Menteri menampilkan data penurunan deforestasi dari tahun ke tahun. Pesan yang kami tangkap seolah penyebab banjir bukanlah pembalakan atau deforestasi. Itu keliru,” ujar Rahmat.
Ia mengingatkan pejabat kementerian untuk tidak menyampaikan narasi yang dapat menyesatkan publik, terlebih masyarakat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat masih berada dalam suasana duka.
“Kalau kemudian menganggap deforestasi bukan penyebab, itu menyakiti hati masyarakat,” kata Rahmat.
Rahmat memaparkan data penggunaan hampir 1,4 juta hektare lahan di tiga provinsi sepanjang 2016–2025 oleh 631 perusahaan pemegang izin, termasuk HGU sawit dan izin usaha kehutanan. Angka itu, katanya, menunjukkan pemanfaatan kawasan hutan secara masif yang tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya risiko bencana.
Dia juga menyoroti luas lahan kritis yang mencapai 12,7 juta hektare pada 2024. Menurutnya, kondisi tersebut menuntut kebijakan pemulihan ekologis yang lebih jelas dan terukur.
“Penanganan lahan kritis adalah kunci agar bencana tidak berulang tiap tahun,” ujarnya.
Dalam rapat, Rahmat turut menyinggung data produksi industri hasil hutan yang terus meningkat, termasuk dari Sumatera Barat. Laju produksi lima perusahaan besar di provinsi itu disebutnya naik signifikan dari bulan ke bulan.
“Tidak perlu disebut nama PT-nya, tetapi angka ini menyumbang kerusakan hutan dan memicu banjir,” katanya.
Rahmat meminta kementerian lebih objektif membaca kondisi ekologis Sumatra dan tidak hanya menonjolkan indikator administratif seperti penurunan angka deforestasi.
Menurutnya, keberpihakan kepada warga terdampak harus didahulukan di atas retorika capaian.
“Dengan ratusan korban meninggal dan ratusan lainnya hilang, masyarakat butuh penjelasan faktual dan langkah tegas, bukan narasi yang memutus keterkaitan antara kerusakan hutan dan bencana,” tegas Rahmat. (000/003)

