![]() |
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mendorong petani di Kabupaten Solok menerapkan pertanian cerdas atau smart farming. (Foto: SISCA O.S./Fokusnusa.com) |
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mendorong petani di Kabupaten Solok menerapkan pertanian cerdas atau smart farming. Langkah tersebut diwujudkan melalui penyerahan alat Rapid Soil Check kepada petani di Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Sabtu (11/10/2025).
Deputi Kepala Perwakilan BI Sumbar Andy Setyo Biwado menyebut, bantuan itu menjadi bentuk dukungan konkret BI dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian.
“Dengan alat ini, petani bisa mengetahui kandungan unsur hara tanah lebih cepat dan akurat, sehingga penggunaan pupuk lebih tepat,” ujarnya.
Rapid Soil Check sendiri adalah alat modern untuk menganalisis kondisi tanah secara cepat dan akurat, terutama untuk mengukur nutrisi makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), serta tingkat pH, suhu, dan kelembapan. Alat ini terhubung ke ponsel pintar dan digunakan petani untuk memantau kondisi tanah secara berkala, sehingga pemupukan dapat dioptimalkan dan produktivitas tanaman meningkat.
Andy menambahkan, kondisi produksi bawang merah dan cabai di Lembah Gumanti kini berangsur pulih setelah sempat menurun akibat kemarau panjang.
“Harga yang kemarin sempat Rp80 ribu kini sudah turun ke sekitar Rp55 ribu per kilogram. Artinya, pasokan mulai membaik, dan inflasi diharapkan ikut melandai,” katanya.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Imran Syahrial mengatakan, Solok memiliki keunggulan iklim yang memungkinkan petani menanam dan panen setiap hari.
“Kami juga punya varietas unggulan SS Sakato yang menjadi andalan produksi bawang merah di Solok,” jelasnya.
Varietas SS Sakato merupakan hasil pengembangan lokal dari Alahan Panjang, dengan masa panen 85–95 hari dan hasil mencapai 17–28 ton per hektare. Umbinya berwarna merah keunguan, berbentuk bulat lonjong, dan mampu disimpan hingga empat bulan. Varietas ini menjadi penopang utama keberlanjutan produksi bawang merah di Solok.
Produktivitas tinggi juga tampak dari produksi yang dihasilkan oleh kelompok tani (keltan). Seperti diungkapkan oleh salah seorang keltan.
Amrizal, yang akrab dipanggil Haji Mangguang, pihaknya mempekerjakan 12 orang per hari dengan biaya operasional sekitar Rp1,5 juta untuk 10 hektare lahan.
“Satu hektare bawang merah mampu menghasilkan hingga 10 ton bawang kering dengan harga jual Rp22 ribu per kilogram,” terang dia.
Sementara, petani cabai Adrizal juga menunjukkan hasil menggembirakan. Dari lahan seperempat hektare, ia mampu memanen 250–300 kilogram cabai dalam satu musim tanam. Dia telah menekuni budidaya cabai sejak 2013.
Dengan penerapan smart farming yang mulai berkembang, serta dukungan BI bersama pemerintah daerah, sektor pertanian di Solok diyakini akan semakin efisien dan berdaya saing. Upaya ini menjadi bagian dari langkah bersama menjaga ketahanan pangan dan stabilitas harga di Sumatera Barat. (003)